Contoh Jurnal Lingkungan Hidup Tentang Laut
|
Sabtu, 16 April 2016
|
Environment
|
PERLINDUNGAN TERHADAP LINGKUNGAN
LAUT BERHUBUNGAN DENGAN EKOLOGI
Oleh : Andika
Rahman
Abstrak
Pentingnya laut bagi system pendukung kehidupan
memerlukan pemahaman ekologi yang baik. Lautan memainkan peranan kunci dalam
siklus biogeokimia, demikian juga dalam pemeliharaan biosfer. Ancaman
terhadap lingkungan laut makin meningkat, karena laut merupakan tempat
pembuangan akhir banyak limbah manusia, yang dicapainya melalui berbagai rute
transfor. Ciri fungsional ekosistem ialah bahwa
makanan dipertimbangkan dalam istilah energi, sumber primernya adalah cahaya
matahari dan fotosintesis tumbuhan. Jadi tumbuhan membentuk jenjang trofik
pertama dan hewan herbivora kedua, jenjang trofik ketiga dan yang lebih tinggi
terdiri atas karnivora.
Kata Kunci :
Perlindungan Lingkungan Laut, Ahli Ekologi
I.
PENDAHULUAN
Perlunya
menyediakan pengetahuan yang dapat membantu melindungi dan mengelola lingkungan
laut mempunyai tantangan yang sangat relevan bagi ekologiwan.
Pemahaman
yang makin baik terhadap ekosistem lautan tak dapat diingkari lagi mempunyai
arti bagi kehidupan social dan ekonomi manusia, karena pemeliharaan struktur
dan fungsi system kelautan merupakan bagian integral dari manajemen penangkapan
ikan dan konsekuensinya bagi produksi makanan dari laut.
Di
atas segalanya, pentingnya laut bagi system pendukung kehidupan memerlukan
pemahaman ekologi yang baik. Sejumlah ulasan akhir-akhir ini tentang isu
lingkungan telah menunjuk kepada pentingnya meningkatkan pemahaman terhadap
proses pendukung kehidupan, seperti siklus biokimia global, dan bahaya yang
dikaitkan dengan perubahan yang dibuat manusia dalam proses tersebut. Lautan
memainkan peranan kunci dalam siklus biogeokimia, demikian juga dalam
pemeliharaan biosfer. Misalnya, perubahan jangka panjang dalam kemampuan
fotosintesis akibat stress yang ditimbulkan oleh manusia, konsekuensi globalnya
dapat sangat hebat.
Agar
mengenali ekosistem, survai harus dirancang untuk mengungkap komunitas
organisme, masing-masing dalam latar belakang lingkungan yang jelas batasnya.
Ciri fungsional ekosistem dibuat jelas oleh makalah Lindeman (1942) tentang
trofo-dinamika. Konsep kuncinya ialah bahwa makanan dipertimbangkan dalam
istilah energi, sumber primernya adalah cahaya matahari dan fotosintesis
tumbuhan. Jadi tumbuhan membentuk jenjang trofik pertama dan hewan herbivora
kedua, jenjang trofik ketiga dan yang lebih tinggi terdiri atas karnivora.
Karenanya,
kajian terhadap ekosisitem akuatik memainkan peran awal dalam pengembangan
konsep kita sekarang ini. Seperti sekarang yang sudah cukup diketahui,
ekosisitem laut dan dan daratan pada dasarnya serupa: dalam ekosistem ini
produsen dan konsumen akhirnya menjadi ’korban’ dekomposer, yang metabolismenya
melepas hara untuk membantu memperbaharui populasi tumbuhan. Namun juga
terdapat perbedaan mencolok, terutama dalam rantai makanannya. Demikianlah,
pertumbuhan sehari-hari fitoplankton di lautan hampir tidak mencukupi kebutuhan
herbivora laut, yang sangat tidak serupa dengan perbedaan dan biomassa tumbuhan
dan hewan daratan. Namun meskipun populasi hewan di laut biasanya kecil,
jenjang produksi aktual di laut tidak begitu jauh di bawah produksi di daratan.
II.
ISI DAN PEMBAHASAN
2.1.
MENYELIDIKI EKOSISTEM LAUT
Produksi
primer yakni meningkatnya energi kimia yang terikat secara organik dalam waktu
tertentu pada ekosisitem-dengan mudah diukur di lautan. Metode perunutan radio
aktif standar, yang menggunakan sumber karbon 14 untuk menunjukkan banyaknya
karbon yang difiksasi selama fotosintesis, sekarang sudah memberi kita peta
dunia produktivitas lautan, biasanya dinyatakan dalam satuan (mg) karbon per m2permukaan
per hari. Daerah oligotrofik lautan, seperti pada girus subtropik dan laut
arktika, dapat dilihat bertentangan dengan daerah eutrofik yang lebih
produktif-terutama di area perairan arus naik, seperti yang terjadi di
sepanjang tepi timur perbatasan laut dan pada sabuk khatulistiwa.
Apa
pun jenjang produktivitasnya, ’pastura mikroskopik’ yang ada di lautan dipelihara
oleh siklus hara yang bersifat musiman dari laut beriklim sedang sampai ke laut
kutub, dan sedikit banyak nirmusiman di tempat lain. Penyelidikan akhir-akhir
ini selalu menunjukkan bahwa suplai hara dan tingkat cahaya bawah laut
menentukan bukan saja pola geografi secara keseluruhan namun juga urutan
temporal produktivitas lautan. Fosfat dan nitrat yang tersedia, terutama
nitrat, sering membatasi produktivitas. Jadi penyelidikan tentang fiksasi
nitrogen seperti yang dilakukan oleh Cyanobacteria sangat relevan. Pengukuran
fitoplankton (biomassa) dapat diperoleh melalui taksiran kandungan klorofilnya.
Saat
ini perluasan metode tersebut akhir-akhir ini menggunakan satelit. Misalnya
peta kadar klorofil permukaan pada 1.000.000 km2 di teluk
mexico datang dari data yang dikumpulkan dalam waktu kurang dari 3 menit oleh
pemayar yang mengelilingi bumi (Priede,1983). Meskipun satu-satunya proses
biologi di lautan yang sekarang secara langsung dapat dijangkau oleh
pengindraan jauh menyangkut kadar klorofil, terdapat data satelit lain bagi
biologiwan yang berminat, yaitu penginderaan infra merah terhadap suhu
permukaan laut. Selanjutnya, penginderaan jauh cenderung memainkan peran yang
lebih besar dalam pengkajian medan lautan sebagai pusat produksi primer.
Baru-baru
ini terdapat kemajuan yang bermanfaat dalam cara menyelidiki ekosistem bentik.
Fauna bentik ukurannya berkisar dari spesies kecil (<1 mm panjangnya) dalam
sedimen (meiofauna) dalam fauna sampai invertebrata dan ikan. Di samping
kajian faunistik dan ekologis konvensional terhadap fauna bentik, sekarang
terdapat peningkatan perhatian terhadap metabolisme bentik dan supllai bahan
organik kepada dasar-dasar laut. Metabolisme bentik telah dikaji lewat
perubahan dalam kandungan oksigen air yang terkurung dalam stoples berbentuk
bel yang ditaruh di atas sedimen. Dengan berganti-ganti menggunakan stoples
jernih dan buram, fotosintesis bentik (neto dan bruto) dapat ditaksir. Metode
stoples bentuk bel telah juga dipakai untuk sedimen laut jeluk.
2.2.
SUMBER POLUSI
Ancaman
terhadap lingkungan laut makin meningkat, karena laut merupakan tempat
pembuangan akhir banyak limbah manusia, yang dicapainya melalui berbagai rute
transfor. Berlanjutnya pemusnahan populasi dan pembangunan ekonomi di zona-zona
pantai dunia meningkatkan potensi terjadinya polusi laut lewat luahan langsung
ke estuari dan wilayah pantai, sementara air yang masuk ke sungai terletak jauh
ke arah hulu. Aktivitas transportasi bahari menimbulkan polusi laut bukan saja
lewat tumpahan minyak utama yang sangat spektakular namun relatif kadang
terjadi, namun juga lewat luahan terus menerus terjadinya kontaminan
sedikit-sedikit dari tumpahan kecil-kecil dan sebagai bagian cara operasi
tangker yang ’normal’.
Perencanaan
manajemen limbah makin meningkat dalam mempertimbangkan isu demikian ini
seperti nasib terakhir sebagai komponen limbah toksik yang dibuang ke
lingkungan, perlindungan terhadap air tanah dari lokasi pembuangan, pengaruh
pembakaran terhadap atmosfer, serta biaya energi dan biaya ekonomi cara
pembuangan limbah alternatif (Komite Penasihat Nasional Tentang Laut dan
Atmosfer, 1981). Masih perlu dilihat apakah pertimbangan ini memungkinkan
kembalinya keadaan ke sikap semula yang menganggap laut sebagai wadah nirbatas
untuk pembuangan limbah yang di atur secara berhati-hati, dengan penangkal yang
wajar untuk mencegah kerusakan kumulatif atau bermakna (Goldberg, 1981 ;
Kamlet,1981).
Deposisi
dari atmosfer sekarang diakui sebagai pengembang utama banyak kontaminan yang
dapat merupakan sumber pokok polusi laut. Bahkan sudah ditunjukan bahwa lewat
atmosfir dan transpor biologis, berbagai polutan mencapai wilayah lautan yang
menjauhi titik produksi atau pembuangan (Atlas & Giam, 1981). Masalah
polusi laut telah dibuat lebih buruk oleh ledakan produksi dan pemakaian bahan
kimia sintetik, yang kebanyakan darinya beracun atau berbahaya, dan beberapa
diantaranya bersifat persisten.
2.3.
ANCAMAN LAIN
Polusi
bukan saja sumber stress terhadap lingkungan laut; modifikasi fisik juga
menimbulkan dampak bagi lautan. Misalnya, perubahan masuknya air tawar lewat
pengembangan lembah sungai mengubah pola salinitas dan kondisi lingkungan
lainnya di banyak wilayah pantai-terkadang dengan konsekuensi ekologi yang
besar.
Kehilangan
lahan basah pantai yang ekstensif menjadi reklamasi lahan telah mengakibatkan
pengurangan habitat untuk spesies ikan dan kehidupan liar yang penting, dan
telah mengubah pertukaran hara. Pentingnya rawa pantai dan estuari untuk
produksi ikan telah didokumentasikan secara luas. Disamping itu, pengakuan
bahwa lahan basah memainkan peran penting dalam siklus geokimia menunjukkan
pentingnya memelihara fungsi bentuk pendukung kehidupan (White, 1978).
Di
samping perubahan konvensional wilayah pantai yang berkaitan dengan pertumbuhan
ekonomi, pembangunan diarahkan ke wilayah laut yang sekarang dianggap jauh dan
tidak terjangkau sampai beberapa tahun yang lalu, pembangunan minyak dan gas di
Laut Utara dinggap merupakan contoh yang paling menonjol proyek rekayasa lautan
di bawah kondisi lingkungan yang ekstrim. Akhi-akhir ini, telah dilampaui oleh
prospek lepas pantai di bawah es laut Beaufort dan di wilayah arktika yang
lain. Prospek tenaga pasang surut berskala besar, kemungkinan arus Teluk,
menunjukkan bahwa kemampuan kita mengubah lingkungan laut lewat rekayasa dapat
meningkat secara dramatis di masa mendatang.
Akhirnya,
dampak pemanenan sumber daya laut yang hidup terhadap ekosistem laut harus
dibicarakan. Manajemen penangkapan ikan merupakan salah satu penerapan ekologi
yang sangat berkembang, dan telah lama difokuskan pada isu yang berkaitan
dengan manajemen populasi yang secara komersial dapat dipanen. Namun, disamping
hasil penentuan maksimum berkelanjutan untuk berbagai negara yang telah
memperluas yuridiksi nasionalanya mencakup ke atas perairan yang dulunya
dianggap internasional. Beberapa diantaranya berkaitan dengan isu apakah
tingkat upaya total dapat dengan suatu jalan mengubah secara irefersibel
hubungan tropik mendasar. Misalnya pada penangkapan ikan di Atlantik Utara,
pertanyaan telah diajukan apakah pemanenan spesies ikan terus menerus yang
letaknya tinggi dalam rantai makanan akan berakibatkan digantikannya secara
permanen oleh spesies yang menduduki jenjang trofik yang lebih rendah.
2.4.
PERLUNYA SUATU BASIS EKOLOGI
Banyak
peraturan tentang luahan polutan yang ada berdasar teknologi, bukan
mencerminkan sebab-akibat ekologi. Karenanya, peraturan tersebut perlu
diberlakukannya kontrol limbah yang dapat dilaksanakan dipandang dari sudut
ekonomi dan rekayasa, bukannya menyatakan kepedulian ekologi dan memberi
definisi apa yang dierlukan untuk menghindari pengaruh terhadap ekosistem yang
tak dikehendaki. Pada beberapa kasus, persyaratan kontrol dapat menimbulkan
biaya yang sangat banyak atau tak perlu atau beban yang lebih besar kepada sektor
lingkungan lain; misalnya, limbah yang tidak dibuang ke laut dapat disyaratkan
dibuang di darat atau dibakar, sehingga menimbulkan masalah di tempat lain.
Pada kasus lain, kontrol tidak memberikan perlindungan yang cukup, dan masalah
lingkungan laut timbul.
Dengan
status informasi yang ada sekarang ini, pendekatan saat ini mungkin merupakan
pilihan terbaik untuk sementara. Namun, sementara populasi manusia tumbuh dan
tekanan meningkat di seluruh dunia terhadap isu-isu pembuangan akhir limbah
beracun, terus menerusnya dampak deposisi atmosfer, dan perlindungan terhadap
sumber daya pantai, keputusan yang berdasar pada hubungan antar persyaratan
kontrol lingkungan dan tanggapan lingkungan makin diperlukan. Tekanan untuk
memperoleh informasi yang selalu bertambah dan lebih baik tentang konsekuensi
ekologis yang ditimbulkan oleh keputusan manajemen pasti bertambah dan menjadi
lebih besar daripada yang ada sekarang.
2.5.
STATUS PENGETAHUAN SAAT INI
Pemahaman
kita tentang tanggapan ekosistem laut terhadap stres jauh dari apa yang
diperlukan untuk menajemen lingkungan yang rasional. Jika kita berpikir sistem
laut sebagai suatu kontinum-berkisar dari wilayah estuari dan luas daratan di
salah satu ujung spektrum, melintasi lautan luas yang terkurung, sampai luas di
lautan bebas di ujung yang lain spektrum itu-kita paling tahu tentang dampak
manusia pada wilayah terbatas dan terlokalisasi, dan paling kurang tahu tentang
wilayah pelagik dan lautan bebas yang sangat luas.
Telah
terdapat banyak kajian intensif terhadap masing-masing estuari dan wilayah
dekat pantai, serta kajian ini telah memberi informasi yang bermanfaat tentang
stress lingkungan. Meskipun terdapat latar belakang ini, kita sering terpaksa
untuk mengkuantifikasi dampak gangguan utama, meskipun pada skala lokal. Lautan
terkurung seperti laut baltik, dan daerah pantai yang luas seperti New York
Bigth, juga telah dikaji untuk menjajaki dampak polusi dan gangguan lainnya
terhadap laut. Namun pada tempat yang tercemar seperti New York Bigth, yang
barangkali telah dikaji secara intensif area laut yang sebanding di A.S. dan
barangkali di seluruh dunia, pertanyaan tentang dampak yang lebih terisolasi,
terlokalisasi atau relatif terbatas, sebagian besar masih tak terjawab.
Karenanya, di satu sisi kita tak mampu menunjukkan dampak jangka panjangnya,
sementara di sisi lain kita meiliki kepedulian yang sangat bahwa kerusakan
akhirnya akan muncul-barangkali jauh dari sumbernya, dan pengaruh yang sangat
merusak.
2.6.
KESULITAN DALAM MENAKSIR ARAH KECENDERUNGAN
Jelas
bahwa terdapat kesulitan besar dalam menyediakan informasi yang dapat dipercaya
tentang arah kecenderungan kualitas lingkungan laut. Masalahnya barangkali
lebih taksa dan kurang dapat dipengaruhi daripada isu lingkungan global yang
sebanding seperti penggurunan dan hilangnya hutan-hutan tropis, yang dapat
ditaksir dan dikuantifikasi melalui penginderaan jarak jauh dan teknik
inventarisasi lainnya. Penyediaan informasi yang diperlukan dapat menimbulkan
dilema, karena meskipun tidak unik bagi sistem laut, terutama sulit lantaran
sifat lautan yang berskala besar, terbuka dan sangat kompleks.
Ekosistem
laut sulit diberi batas, dan dapat menunjukkan varibelitas spasial dan temporal
yang besar. Pada suatu saat, ekosistem dapat menanggapi stres alami, seperti
dampak badai hebat. Disamping itu, masalah biaya dan logistik untuk
menyelenggarakan kajian oseanografi adalah besar. Karenanya, upaya untuk
membuat garis dasar dan memantau pendekatan yang dapat mendeteksi penyimpangan
dari norma, khususnya atas dasar peringatan dini, telah mempunyai banyak
kesulitan (Gray, 1976; Hirstch, 1980). Salah satu dilema yang harus kita hadapi
saat ini ialah mencoba meramal dan mendeteksi peningkatan perubahan akibat ulah
manusia dalam suatu lingkungan alami yang dinamis, dan selalu berubah-ubah.
Pendekatan
yang baru dan inovatif akan diperlukan untuk memantau dan mendeteksi perubahan
halus serta berjangka panjang dalam ekosistem lautan (Holden,1981). Salah satu
pemantauan yang memberikan harapan adalah pemantauan hayati, suatu contoh ialah
program Pengawasan Remis. Upaya ini memakai remis dan tiram sebagai organisme
pemantau untuk mencatat kadar relatif polutan-seperti logam berat, hidrokarbon
minyak dan hidrokarbon halogen di lingkungan pantai. Organisme tersebut dapat mempunyai
kemampuan memekatkan secara biologi polutan dan menunjukkan waktu pemaparan
polutan. Program ini telah dipakai untuk mengidentifikasikan lokasi polusi
berat di sepanjang pantai AS (Goldberg et al., 1978).
Organisme
lain juga dapat bertindak sebagai bioindikator. Dalam konverensi tentang
tindakan ekologis, yang diselenggarakan di AS pada tahun 1977, dibicarakan
pentingnya pemantauan ekologi jangka panjang terhadap sistem laut untuk
mendeteksi arah kecenderungan dan mengidentifikasi populasi burung laut sebagai
indikator kualitas lingkungan laut potensial yang penting. Laporan konferensi
tersebut mengemukakan bahwa banyak burung laut yang berumur panjang, tersebar
secara luas sepanjang bagian terbesar tahun, namun sangat terkonsentrasi selama
musim bersarang. Karena perannya tinggi dalam rantai makanan, burung laut
berpotensi menimbun kontaminan, dan juga merupakan pemadu kondisi ekosistem
laut. Mungkin lebih mudah dilaksanakan merancang program pengambilan sampel
jangka panjang yang dapat dipercaya untuk memantau wilayah sarang lewat
pemantauan fotografi udara, sehingga mengambil sampel populasi yang mewakili
kondisi lautan di wilayah luas dalam ruang yang sangat kecil, dan barangkali
memberi sarana untuk mendeteksi perubahan lautan berskala besar.
Upaya
berikutnya yang melibatkan kajian antar disiplin ilmu berkelanjutan, dan
integrasi serta sintesis informasi dari banyak sumber dan disiplin ilmu, harus
didorong dan didukung dalam skala sebesar mungkin jika para ekologiwan ingin
menjawab secara efektif tantangan untuk melindungi lingkungan laut di
tahun-tahun mendatang. Kita tidak akan pernah berharap secara konklusif untuk
mengajukan semua pertanyaan yang berkaitan dengan dampak manusia terhadap
lautan, namun kita dapat berkeinginan untuk memberi informasi yang akan dengan
sangat membuat keputusan manajemen menjadi makin lama makin rasional.
III.
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1.
KESIMPULAN
1.
Dasawarsa
terakhir telah menunjukkan kesadaran yang sangat meningkat terhadap perlunya
melindungi lingkungan laut, meskipun terdapat kemajuan, potensi manusia untuk
mempengaruhi lautan secara jelek tak pelak lagi akan meningkat sebagai
konsekuensi pertumbuhan populasi seluruh dunia dan pertumbuhan ekonomi.
2. pemahaman tentang
ekosistem laut terhadap stres sampai sekarang sangat terbatas, misalnya tentang
kemampuan laut untuk mengasimilasi berbagai jenis limbah dan menanggapi
perubahan fisik tanpa gangguan yang hebat.
3. Pengembangan
kemampuan untuk memberikan informasi merupakan tantangan utama, secara ilmiah
maupun kelembagaan, bagi para ekologiwan dan manajer lingkungan.
3.2.
SARAN
1.
Perlu
dibuatnya hukum dan lembaga nasional serta internasional yang kuat untuk
melindungi lingkungan laut.
2. Kita perlu
mengembangkan kemampuan untuk meramal, mendeteksi dan memantau perubahan
ekosistem yang ditimbulkan oleh manusia atas dasar peringatan dini.
Ucapan Terima
Kasih
Penulis
mengucapkan terima kasih kepada dosen pengasuh mata kuliah
Penyajian Ilmiah yaitu URIP SANTOSO, Ir., MSc., Ph.D., Prof dan
semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Aron W. &
Smith, S.H. (1971). Ship canals and aquatic ecosystems. Science, 174,
hlm. 13-20
Atlas, E, & Giam,
C.G. (1981). Global transport of organic pollutants: Ambient concentrations in
the remote marine athmosphere. Science,211, hlm. 165.
Brower, K.
(1976). To temp a Pacifics Eden, one large oily apple. Academic Press, London,
England, UK: xxii + 741 hlm. Illustr.
Nemoto, T. &
Harrison, G. (1981). High latitude ecosystems. Hlm. 95-125 dalam Analysis
of Marine Ecosystems (Ed. A. R. Longhurst). Academic Press, London,
England, UK: xxii + 741 hlm. Illustr.
Priede, I. G.
(1983). Use of satellite in marine biology. Hlm 3-50 dalam A. G. macdonald
& I. G. Priede (Ed.), q.v.
Rowe, G. T.
(1981). The deep-sea ecosystems. Hlm. 235-67 dalam analysis of Marine
Ecosystems(Ed. A. R. Longhurst). Academic Press, London, England, UK: xxii
+ 741 hlm. Illustr.
Santoso, U. 2001.
Effect of Sauropus androgyrius extract on organ weight, toxicity and number of
Salmonella sp and Escherichia coli of broiler meat. Buletin Ilmu Peternakan dan
Perikanan, 7 (2): 162 169.
Santoso, U.,
Suharyanto dan E. Handayani. 2001. Effects of Sauropus androgyrius (katuk) leaf
extract on growth, fat accumulation and fecal microorganisms in broiler
chickens. J I T V, 6: 220 226.
Tansley, A. G.
(1935). The use and abuse of vegetational concepts and terms. Ecology, 16,
hlm. 284-307.
http://www.google.com/search?sourceid=navclient&q=ekologi
http://id-id.facebook.com/note.php?note_id=12666929565
http://kuliahitukeren.blogspot.com/2011/03/ekologi-laut.html
http://trianda.herisonsurbakti.com/ekologi-perairan
http://www.alpensteel.com/article/55-114-artikel-non-energi/186-pentingnya-data-angin-untuk-perikanan.html
http://www.dkp.go.id/index.php/ind/news/486/ekologi perikanan
http://www.kp3k.dkp.go.id/mitrabahari/index.php?option=com.content&view=article&c
Sumber
https://uwityangyoyo.wordpress.com/2011/10/22/perlindungan-terhadap-lingkungan-laut-berhubungan-dengan-ekologi/
edit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar