Contoh Jurnal Lingkungan Hidup Tentang Air
|
Sabtu, 16 April 2016
|
Environment
|
INDIKATOR PEMANTAU
KUALITAS AIR
Oleh : Novi Adi
Air
merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk kehidupan, pemanfaatan air
utnuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara bijaksana, dengan
memperhitungkan generasi sekarang dan generasi mendatang. Pelestarian
sumberdaya air harus mendapat perhatian secara menyeluruh dengan memperhatikan
aspek-aspek pendukung kelestarian sumberdaya perairan. Peran air sangat penting
bagi kehidupan. Seluruh komponen dalam jaringan tubuh suatu organisme sangat
tergantung dengan air. Dalam proses metabolisme, sistem jaringan semua
memerlukan air. Melihat sedemikian pentingnya air dalam kehidupan, kita perlu
lebih bijaksana dalam pemanfaatan air.
A. Pemantauan
Kualitas Air
Pemantauan
kualitas air penting dilakukan, karena akan berhubungan kelayakan dan baku mutu
air. Peratuaran Pemerintah No. 20 tahun 1990 mengelompokkan kualitas air
menjadi beberapa golongan menurut peruntukannya. Nilai kualitas air dari
masing-masing golongan ditunjukkan dalam lampiran 3. Adapun penggolongan air
menurut peruntukannya adalah sebagai berikut.
1.
Golongan
A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung, tanpa
pengolahan terlebih dahulu.
2. Golongan B, yaitu
air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum.
3. Golongan C, yaitu
air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan
4. Golongan D, yaitu
air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, usaha pertokoan, industri
dan pembangkit listrik tenaga air.
Pemantauan
kualitas air suatu perairan memiliki tiga tujuan utama sebagai berikut (manson,
1993);
1.
Enviromental surveillance, yakni tujuan
untuk mendeteksi dan mengukur pengaruh yang ditimbulkan oleh suatu pencemar
terhadap kualitas lingkungan dan mengetahui perbaikan kualitas lingkungan
setelah pencemar tersebut dihilangkan.
2. Establishing
water-quality criteria, yakni tujuan untuk mengetahui
hubungan sebab akibat antara perubahan variable-variable ekologi perairan
dengan parameter fisika dan kimia, untuk mendapatkan baku mutu kualitas air.
3. Appraisal of
resources, yakni
tujuan untuk mengetahui gambaran kualitas air pada suatu tempat secara umum.
Pada
hakekatnya, pemantauan kualitas air pada perairan umum memiliki tujuan
diantaranya:
1.
Mengetahui
nilai kualitas air dalam bentuk parameter fisika, kimia dan biologi.
2. Membandingkan
nilai kualitas air tersebut dengan baku mutu sesuai dengan peruntukannya.
3. Menilai kelayakan
suatu sumber daya air untuk kepentingan tertentu.
B. Pencemaran Air
Permasalahan
utama yang mengancam kehidupan adalah tercemarnya air. Pembuangan bahan kimia,
limbah maupun pencemar lainnya ke dalam air akan mempengaruhi kehidupan di
dalam ekosistem perairan.
Pencemaran air adalah suatu perubahan
keadaan di suatu tempat penampungan air seperti danau, sungai, lautan, dan air tanah akibat aktivitas
manusia. Danau, sungai, lautan, dan air tanah adalah bagian penting dalam
siklus kehidupan manusia dan merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi.
Selain mengalirkan air juga mengalirkan sedimen dan polutan. Berbagai macam
fungsinya sangat membantu kehidupan manusia. Pemanfaatan terbesar danau,
sungai, lautan dan air tanah adalah untuk irigasi pertanian, bahan baku air
minum, sebagai saluran pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya
berpotensi sebagai objek wisata.
Pencemaran
air merupakan masalah global utama yang membutuhkan evaluasi dan revisi
kebijakan sumber daya air pada semua tingkat (dari tingkat internasional hingga
sumber air pribadi dan sumur). Telah dikatakan bahwa polusi air adalah penyebab
terkemuka di dunia untuk kematian dan penyakit, dan tercatat atas kematian
lebih dari 14.000 orang setiap harinya. Diperkirakan 700 juta orang India tidak
memiliki akses ke toilet, dan 1.000 anak-anak India meninggal karena penyakit
diare setiap hari. Sekitar 90% dari kota-kota Cina menderita polusi air hingga
tingkatan tertentu, dan hampir 500 juta orang tidak memiliki akses terhadap air
minum yang aman. Ditambah lagi selain polusi air merupakan masalah akut di
negara berkembang, negara-negara industri/maju masih berjuang dengan masalah
polusi juga. Dalam laporan nasional yang paling baru pada kualitas air di
Amerika Serikat, 45 persen dari mil sungai dinilai, 47 persen dari danau hektar
dinilai, dan 32 persen dari teluk dinilai dan muara mil persegi
diklasifikasikan sebagai tercemar.
1. Aspek Biologi
dalam Pencemaran Air
Menurut
Tresna; (2009) penurunan dalam keanekaragaman spesies dapat juga dianggap
sebagai tanda ada pencemaran. Spesies yang ada dalam kepadatan yang tinggi
dinamakan Spesies Indeks atau organisme indikator populasi.
Sugkiatu pencemar dalam suatu ekosistem mungkin cukup banyak, sehingga akan
meracuni semua organisme yang ada disana. Biasanya suatu pencemar cukup banyak
untuk membunuh spesies tertentu, tetapi tidak membahayakan spesies lainnya.
Apabila air tercemar, ada kemungkinan pergeseran-pergeseran dan jumlah spesies
yang banyak dengan ukuran yang sedang populasinya kepada spesies yang sedikit
tetapi berpopulasi tinggi.
Spesies
indeks yang dapat digunakan sebagai organisme indikator biologi untuk
pencemaran termasuk didalamnya fauna dasar, bakteri, ganggang, zooplankton dan
ikan tertentu. Indeks spesies ini bergantung pada dua hal, yakni sifat
pencemaran dan tahap eutrofikasi air tertentu.
Keragaman
populasi dalam suatu ekosistem perairan menunjukan eksistensi perairan
tersebut. Danau sebagai salah satu ekosistem air, merupakan terminal air
sementara, karena volume air dapat berkurang disaat-saat tertentu. Pengaruh
populasi ini brgantung pada jumlah air yang ada dan luasan danau.
Ganggang
dapat dijadikan indikator pencemaran. Banyak ganggang yang tahan hidup dalam
air yang tercemar. Spesies ganggang tertentu tumbuh subur sehingga menghabiskan
banyak makanan air eutrofik. Proporsi pertumbuhan berbagai ganggang dapat
dijadikan indikator pencemaran pada lingkungan perairan tersebut.
Untuk
memantau pencemaran air (sungai) digunakan kombinasi parameter fisika, kimia
dan biologi. Tapi sering hanya digunakan parameter fisika seperti temperatur,
warna, bau, rasa dan kekeruhan air. Atau pun parameter kimia seperti partikel
terlarut (DO), kebutuhan oksigen biokimia (BOD), partikel tersuspensi (SS),
Amonia (NH3).
Parameter
biologi masih jarang digunakan sebagai parameter penentu pencemaran. Padahal
pengukuran menggunakan parameter fisika dan kimia hanya memberikan gambaran
kualitas lingkungan perairan sesaat dan cenderung memberikan hasil dengan
interprestasi dalam kisaran luas (Verheyen dalam Tresna,
2009).
Menurut
Soeparmo (1985) dampak pencemaran air dapat mempengaruhi perubahan struktur dan
fungsi ekosistem sungai, baik hewan maupun tumbuhan.
Setiap
spesies mempunyai batas antara toleransi terhadap suatu faktor yang ada di lingkungan
teori toleransi Shelford (ODUM dalam Tresna, 2009).
Perbedaan
batas toleransi antara dua jenis populasi terhadap faktor-faktor
lingkungan mempengaruhi kemampuan berkompetisi, jika sebagai akibat suatu
pencemaran limbah industri terhadap suatu lingkungan adalah berupa penurunan
atau berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam air, maka spesies yang mempunyai
toleransi terhadap kondisi tersebut akan meningkat populasinya kaena spesies
kompetisinya berkurang (Soeparmo, 1985).
Menurut
Hawkes (1979), banyaknya bahan pencemaran dalam perairan akan mengurangi
spesies yang ada dan pada umumnya akan meningkatkan populasi jenis yang tahan
terhadap kondisi perairan tersebut.
Indikator
biologi digunakan untuk menilai secara makro perubahan keseimbangan ekologi, khususnya
ekosistem akibat pengaruh limbah. Contohnya pada suatu kawasan pertanian
(persawahan), penggunaan pestisida dan insektisida akan menurunkan populasi
hewan yang termasuk golongan inskta serangga baik di darat dan di air. Kondisi
ini akan menghambat siklus rantai makanan, dimana si pemakan serangga akan
menurun jumlahnya. Ketika rantai makanan terhambat maka keseimbangan akan
bergeser.
Menurut
Verheyen dalam Tresna (2009), spesies yang dapat bertahan
hidup pada lingkungan terpopulasi, akan menderita stress fisiologi yang dapat
digunakan sebagai indikator biologi.
Pendapat
ini juga dapat dibuktikan dengan mengamati perbedaan warna kulit pada ikan lele
ketika dipelihara pada media pemeliharaan yang berbeda dan dengan kondisi
kualitas air yang berbeda. Yang pertama ikan lele dipelihara pada media dengan
kondisi kualitas air yang optimal dan pergantian air yang cukup. Pada kondisi
ini ikan lele akan menampilkan warna kulit yang cerah. Kondisi yang kedua
adalah ketika ikan lele dipelihara pada kondisi lingkungan yang terbatas dengan
tanpa ada pergantian air. Pada kondisi ini ikan lele akan merespon dengan
menampilkan warna kulit yang lebih gelap.
Dibanding dengan
menggunakan parameter fisika dan kimia, indikator biologi dapat memantau secara
kotinyu. Hal ini karena komunitas biota perairan (flora/fauna) menghabiskan
seluruh hidupnya di lingkungan tersebut, sehingga bila terjadi pencemaran akan
bersifat akumulasi atau penimbunan.
Di
samping itu, indikator biologis merupakan petunjuk yang mudah untuk memantau terjadinya
pencemaran. Adanya pencemaran lingkungan keanekaragaman spesies akan menurun
dan mata rantai makanannya menjadi lebih sederhana, kecuali bila terjadi
penyuburan.
Flora
dan fauna yang dapat dijadikan indikator biologis pencemaran sungai dapat diamati
dari keanekaragaman spesies/diversitas, laju pertumbuhan struktur/sebaran umur
dan seks rasio. Tingginya keanekaragaman flora dan fauna ekosistem sungai
menandakan kualitas air sungai tersebut baik/belum tercemar. Tetapi sebaliknya
bila keanekaragamannya kurang, sungai tersebut dapat dikatakan tercemar.
Indikator biologi
pencemaran sungai harus memenuhi kriteria:
·
Mudah
diidentifikasi
·
Mudah
dijadikan sample, artinya tidak perlu bantuan opertor khusus, maupun peralatan
yang mahal dan dapat dilakukan secara kuantitatif.
·
Mempunyai
distribusi yang kosmopolit
·
Kelimpahn
suatu spesies dapat digunakan untuk menganalisa indeks diversitas.
·
Mempunyai
arti ekonomi sebagai sumber penghasilan (ikan), atau hama/organisme pengganggu
(contoh: algae)
·
Mudah
menghimpun/menimbun bahan cemar
·
Mudah
dibudidayakan di laboratorium
·
Mempunyai
keragaman jenis (gnetis/relung) yang sedikit.
Melalui
pemantauan kualitas air secara berkala dengan mengamati kondisi biologis dalam
badan air, kita dapat memisahkan antara penyebab cemaran (Polutan) dan akibat
yang ditimbulkan dengan melihat indikator biologis dan pengaruh fisiks dan
kimia. Penurunan oksigen misalnya biasanya disebabkan adanya organisme yang
memerlukan oksigen dalam populasi yang banyak pada ekosistem tersebut.
Rao dalam
Efendi (2003), mengelompokan bahan pencemar di perairan menjadi
beberapa kelompok, yaitu :
1) Limbah
yang mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut (oxygen demanding waste)
2) Limbah
yang mengakibatkan munculnya penyakit (disease causing agent)
3)
Senyawa organik sintetis
4)
Nutrient tumbuhan
5)
Senyawa organik dan mineral
6)
Sedimen
7)
Radioaktif
8) Panas (thermal discarge)
9) Minyak
Wiryono
(2012) mengklasifikasikan polusi air berdasarkan sumbernya dan berdasarkan
macam polutan. Berdasarkan sumbernya ada polusi dengan sumber titik tertentu
(point source pollution). Ada juga polusi yang tidak bersumber dari titik
tertentu (non point source pollution).
Sumber
polusi air dan bahan pollutan dapat diamati dengan keberadaan biota yang mendominasi
pada kawasan yang tercemar tersebut. Kecenderungan organisme yang mampu
bertahan hidup pada bahan cemaran air (bahan pollutan) akan mudah diamati.
Contohnya Alga hijau-biru (Microytis sp) meningkat bila perairan
subur/pencemar pupuk Nitrogen (N), pencemaran pupuk Phospat (PO4)
meningkat dapat dilihat dengan meningkatnya kehadiran Alga Hijaubiru (Anabaena
sp).
Beberapa
tingkat pencemaran bahan organik dalam air tawar dan fauna mikro invertebrata
yang terkait sebagai indikator biologis:
·
Limbah
organik yang sangat pekat (Oksigen terlarut pada taraf nol) fauna makro
invertebrata yang ada hanya golongan cacing dan genus Tubifex dan Limnodrillus.
·
Kalau
kondisi air lebih baik, maka hewan golongan cacing tersebut akan diikuti oleh
larva Chironomous (cacing darah)
·
Pada
zona air yng sudah pulih spesies yang khas adalah Asellus Aquaticus disamping Chironomous tetapi
ada pula banyak makro invertebrata lain seperti lintah dan moluska tertentu.
·
Setelah
zona asellus, kondisi air putih lebih baik, terdapat zona Gammarus. Zona
ini mungkin dianggap sebagai zona taraf pertama kembalinya fauna yang biasa
terdapat pada air bersih. Ciri zona Gammarus adalah banyaknya
keragaman jenis hewan makro invertebrata, termasuk Trichoptera dan Ephemeroptera.
·
Taraf
kelompok hewan lain akan kembali, yang tergantung pada tipe sungai atau hulu
sungai.
Hewan
makro invertebrata untuk indikator biologis pencemaran organik pada beberapa
tingkat stadium dibagi atas:
·
Indikator
air bersih: Ephemera, Ecdyonurus, Leuctra, Nemurella dan Perla.
·
Indikator
pencemaran ringan : Amphinemura, Ephemerella, Ceanis, Gammarus, Beatis,
Valvata, Bhytynia, Hydropsyche, Limnodrius, Rhyacophyla dan Sericostoma.
·
Indikator
pencemaran sedang : Asellus, Sialis, Limneae, Physa dan Sphaerium
·
Indikator
pencemaran berat : Nais, Chironomous, Tubifex, dan Eristalis
(Tresna, 2009)
Kesimpulan
Pembubuhan
bahan kimia atau limbah industri dari rumah tangga ke dalam air akan
mempengaruhi kehidupan dalam perairan.
Pencemaran
dalam air dapat meracuni organisme yang hidup dalam ekosistem perairan.
Indikator
biologi untuk pemantauan pencemaran air adalah organisme yang hidup dalam
perairan yang tercemar, seperti ganggang dan flora dan fauna lainnya.
Memantau
pencemaran air menggunakan indikator biologis lebih mudah dan dapat menjelaskan
pengeruh fisika dan kimia dalam air.
Sumber
https://uwityangyoyo.wordpress.com/2012/12/17/indikator-pemantau-kualitas-air/
edit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar